Walaupun menggunakan kombinasi helikopter Barat dan Timur dalam operasionalnya, Penerbad TNI AD nampaknya sangat puas dengan kinerja Mil Mi-17V5 Hip dalam melaksanakan fungsi angkut sedang mendukung tugas-tugas TNI AD. Oleh karena itu, untuk kebutuhan angkut berat terutama dalam mendukung operasi kemanusiaan, nampaknya TNI AD mantap dalam memilih Mi-26T2 Halo yang merupakan helikopter operasional paling besar di dunia saat ini. Pilihan ini tepat, mengingat Mi-26T2 sudah membuktikan dirinya tangguh beroperasi dalam segala medan, termasuk yang paling berat sekalipun.
Kepastian TNI AD untuk mengakuisisi Mi-26T2 Halo ini justru penulis dapatkan saat kebetulan iseng membaca majalah internal TNI AD, Palagan, terbitan bulan Maret 2017 yang bisa diakses oleh semua orang. Sedikit terlambat memang, tapi penulis lihat juga belum ada media lain yang mengulas kepastian pembelian Mi-26T2 ini. Dalam artikel tersebut tidak disebutkan berapa jumlah Mi-26T2 yang akan dibeli oleh TNI AD.
Mi-26T2 sendiri merupakan varian penyempurna dari Mi-26T Halo yang mulai diproduksi massal pada tahun 2015. Jauh sebelum diproduksi, pabrikan sudah memamerkannya dalam pameran MAKS 2011. Pembuatannya dilakukan di fasilitas milik Rostvertol yang berlokasi di pabrik Rostov-on-Don. Indonesia akan bergabung dengan Algeria sebagai pengguna Mi-26T2.
Fokus penyempurnaan Mi-26T2 ada pada bagian avionik, dengan implementasi sistem digital BREO-26 yang dibuat oleh OJSC Ramenskoye Instrument Design Bureau, anak perusahaan dari KRET. BREO-26 menampilkan informasi vital data penerbangan dalam lima panel LCD multifungsi.
Mi-26T2 juga dilengkapi dengan sistem navigasi NPK 90-2 berbasis satelit dan GLONASS, dan sudah dilengkapi dengan CVR (Cockpit Voice Recorder) sebagai standar. Mi-26T2 hanya butuh tiga orang awak, yaitu pilot, kopilot, dan loadmaster yang mengawasi bongkar muat serta pengangkutan kargo menggunakan sling baja eksternal.
Untuk mesin, Mi-26T2 dilengkapi dengan mesin baru yaitu mesin turboshaft Ivchenko-Progress D-136-2 yang dibuat pabrikan Motor Sich. Bedanya dengan mesin lama adalah sistem kendali mesin yang sudah berbasis digital. Mesin ini mampu menyemburkan daya 11.650hp dan dapat ditingkatkan menjadi 12.500hp dalam waktu singkat, untuk kondisi darurat. Mesin baru ini juga mampu menunjukkan kinerja yang ajek walaupun Mi-26T2 ditugaskan di wilayah yang panas dan berada di ketinggian.
Dengan mesin barunya, Mi-26T2 memiliki MTOW (Maximum Take Off Weight) atau bobot maksimum lepas landas sebesar 56 ton, dengan membawa kargo total 20 ton. Artinya selain membawa pasukan infantri sebanyak 82 orang, Mi-26 juga dapat ditugaskan untuk membawa kendaraan militer sekelas Bushmaster yang memiliki spek anti ranjau. Pilihan lainnya adalah membawa meriam howitzer, termasuk sampai meriam 155mm. Bahkan Mi-26 bisa mengangkut badan helikopter Chinook, seperti yang ditunjukkan di Afghanistan yang kondisinya ekstrim.
Jika ada kelemahan dari Mi-26T2, itu ada pada jarak jangkaunya. Apabila Mi-26T2 dimuat dengan kargo penuh, maka jarak terbangnya hanya sejauh 590km, atau 1.920km bila dilengkapi dengan empat buah tangki bahan bakar cadangan. Bahan bakar untuk mengoperasikan helikopter ini juga terhitung boros, dan TNI AD pun perlu memikirkan hendak ditaruh dimana raksasa udara tangguh spesialis angkat beban berat ini.
Masih bersumber dari majalah Palagan, artikel yang membahas mengenai Mi-26T2 menyebutkan bahwa TNI AD akan menerima heli raksasa tersebut pada 2018 atau 2019. Mengingat lini produksi pabrik Rostov-on-Don masih sibuk memproduksi Mi-26T2 untuk pesanan Rusia dan Algeria, besar kemungkinan Mi-26T2 baru akan diterima TNI AD pada akhir 2018 atau awal 2019. (Aryo Nugroho)